Selasa, 09 Desember 2008

Hulu – Hilir Pertanian Kita

Apakah yang dimaksud dengan “hulu – hilir” pertanian? Tiada lain adalah proses yang berlangsung mulai dari penanaman di kebun atau sawah, pemeliharaan tanaman, masa panen, kemudian pengolahan hingga pemasaran hasil-hasil pertanian itu sendiri.

Terobosan untuk keutuhan proses inilah yang sudah hampir tujuh tahun dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana bagi para petani. Karena yang selalu terjadi selama ini adalah, proses hulu-hilir pertanian tradisional yang selalu terpenggal sehingga target pencapaian hasil yang ideal tidak pernah dirasakan petani.

Bahwa selama ini petani hanya mengenal masa tanam, masa pemeliharaan, masa panen, lalu penjualan hasil. Proses pengolahan hasil panen selalu dipenggal atau ditinggalkan karena tekonologi dan infrastrukturnya mereka tidak punya.

Dengan siklus yang terpenggal seperti ini, akhirnya petani tidak pernah punya daya tawar apa-apa terhadap nasib hasil pertanian mereka yang sepenuhnya berada di tangan pembeli. Getirnya lagi, pembeli di sini selalu hanya terbatas kepada para pengepul lokalan yang sejatinya juga tak punya daya tawar apa-apa terhadap para pemilik modal di lingkup pasar yang lebih luas.

Untuk mengimplementasikan langkah-langkah proteksi pertanian dan petani ini, pemerintah daerah kemudian dengan gencar memberikan pendampingan kepada para petani, sekaligus berusaha mengadakan infrastruktur pendukungnya. Seluruh Koperasi Unit Desa (KUD) di Jembrana mendapat fasilitas dana talangan dari pemerintah daerah agar senantiasa mampu membeli hasil-hasil pertanian di Jembrana ketika panen raya tiba. Karena seperti sudah lazimnya bahwa setiap panen raya harga hasil pertanian selalu anjlok hingga di bawah normal. Dan di sinilah petani tidak punya daya tawar kepada pasar selain hanya menyerah. Yang penting hasil panen terjual, soal harga silahkan para pengepul yang menentukan. Karena jika tidak dijual dengan segera, para petani tidak punya tempat untuk menyimpan hasil-hasil pertaniannya sehingga akan membusuk. Di samping itu, petani juga dikejar oleh tagihan biaya yang dihabiskan selama masa tanam dan masa pemeliharaan. Dan yang paling krusial, para petani tidak memiliki persediaan apapun untuk biaya hidup sehari-hari jika tidak segera menjual hasil panenannya.

Di samping proteksi untuk masa panen, belakangan pemerintah daerah juga memberikan motivasi para petani untuk mulai saat ini juga menyelamatkan tanah pertanian dari kerusakan parah akibat penggunaan pupuk kimia atau anorganik. Implementasi untuk hal ini adalah dengan membangun unit pengolahan pupuk organik bagi kebutuhan secara massal, serta memotivasi para petani secara individu agar mampu mengolah limbah pertanian serta membuat pupuk organik sendiri untuk kebutuhan skala kecil.

Perilaku Petani
Tetapi urusan petani dan pertanian memang tidaklah semudah teori atau gagasan. Dalam rentang waktu sekian, toh mesti diakui bahwa tidak banyak yang berubah dalam perilaku petani dan pertanian kita. Dalam implementasi penyelamatan lahan dari kerusakan akibat pupuk kimia berkepanjangan, para petani tampaknya belum sepenuhnya kompak. Setiap masa tanam dan masa pemeliharaan, kenyataan di lapangan menunjukkan betapa masih besarnya minat para petani terhadap pupuk kimia.

Ada beberapa alasan para petani untuk hal ini. Pertama, pupuk kimia lebih mudah didapat dengan membeli, sementara jumlah produksi pupuk organik lokal masih jauh dari mencukupi. Petani juga tidak punya cukup waktu untuk membuat pupuk organik sendiri dalam jumlah banyak karena waktu mereka habis untuk mengolah lahan agar siap ditanami, serta habis oleh berbagai kegiatan sosial yang berlaku di lingkungan mereka. Karena kehidupan petani tradisional tidaklah melulu hanya pada urusan kebun atau sawah, tidak melulu hanya urusan tanam-pelihara-panen, tetapi waktu yang mereka miliki sebagian besar juga harus diserahkan kepada lingkungan sosial, lingkungan adat serta kehidupan keagamaan yang mereka yakini.

Di samping itu, secara umum para petani juga masih meyakini bahwa varietas tanaman yang ada saat ini lebih cocok diberi pupuk anorganik daripada pupuk organik. Karena kendati pupuk kimia dapat merusak struktur lahan atau tanah, toh mampu memberikan hasil nyata yang lebih cepat.

Sementara pada upaya pemerintah memproteksi para petani dan hasil-hasil pertanian mereka dari perlakuan semena-mena pasar, yakni dengan membangun serta menjaga siklus pertanian secara utuh dari hulu hingga hilir, belumlah berjalan dengan ideal. Berbagai alasan dan kendala toh belum juga pupus di lapangan.

Pengolahan biji kakao hingga menjadi minyak dan tepung misalnya, ternyata tidak mudah dalam prakteknya. Lemahnya sumber daya manusia (SDM) tentu saja menjadi kendala utama. Terutama apabila suatu usaha digagas, dibangun dan diatur pemerintah, entah kenapa SDM yang ada di dalamnya tidak optimal dan maksimal melakukan tugasnya. Yang tidak masuk akal, dalih mereka seringkali bermuara pada keterbatasan dana yang disediakan.

Jangankan pada tingkatan proses pengolahan hasil seperti di atas, pada tingkatan memproteksi harga hasil pertanian saja, gagasan bagus pemerintah hampir selalu berantakan setelah implementasi di lapangan. Suka atau tidak, harus diakui bahwa koperasi bentukan pemerintah atau koperasi yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah untuk membeli hasil-hasil pertanian, selalu kandas di tengah jalan. Kandas karena alamiah atau dikandaskan oleh oknum-oknum di dalamnya, semua tidak jelas. Dana ratusan juta rupiah seolah-olah menjadi tidak ada artinya karena koperasi ternyata tidak mampu membeli hasil-hasil pertanian secara profesional. Bandingkan misalnya dengan seorang pengepul atau pembeli biji kakao eceran yang sampai saat ini terbukti tetap bertahan dan makin maju di desa-desa. Modal awal mereka tidak seberapa. Hanya sebuah sepeda motor butut, beberapa karung bekas dan uang yang tak lebih dari lima juta, mereka setiap hari keliling ke rumah-rumah petani, mereka terbukti bisa survive. Dan yang penting digarisbawahi, bahwa ternyata para pengepul ini bisa membeli biji kakao para petani dengan harga lebih mahal daripada koperasi yang konon dibangun untuk melindungi para petani.

Menciptakan dan menjaga pertanian secara utuh dari hulu hingga ke hilir: dari penamanan, pemeliharaan, masa panen, proses pengolahan hasil panen hingga transaksi penjualan, sudah tentu berarti membangun suatu siklus yang sangat kompleks. Berbagai gagasan untuk itu pun boleh lahir. Tetapi persoalannya ternyata kembali kepada sejauh mana komitmen kebersamaan juga bisa dibangun untuk mendukung implementasinya. Komitmen kebersamaan ternyata adalah juga merupakan bagian dari infrastruktur yang harus nyata ada.

Karena seperti kenyataan saat ini, niat, gagasan dan langkah pemerintah sudah nyata-nyata ada dan patut dihargai, tetapi apakah elemen-elemen pendukungnya sudah kompak? Apakah stake holdernya sudah mumpuni? Kata mumpuni di sini tentulah bukan berarti sebatas ahli, tetapi apakah mereka juga sudah cekatan dan paham dengan filosofi sesuatu yang sedang dibangun tersebut? Itulah masalahnya. Masalah pertanian kita!

nanoq da kansas

2 komentar:

SuperTeam mengatakan...

ini yang aku cari, makasih gan artikelnya.
sharing juga ni, dengar-dengar blog jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia adalah blog baru yang cukup bagus menyediakan referensi seputar pertanian, sesuai dengan namanya jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia memang tidak hanya membahas teori saja, namun infonya juga bersifat aplikatif, karena itulah kadang juga saya mengunjunginya DISINI>> jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia

Tine mengatakan...

makasih banget, aku suka cara penyampaiannya, jangan lupa mampir blog ku ya di penahitamputihku.blogspot.com